Aku duduk santai di teras rumah sambil menikmati pemandangan sore, sejak di
vonis asma akut aku menjadi lebih banyak beristirahat di rumah.
Mah, minum dulu kata anisa, anak sulungku.
Aku terhenyak, makasih nak, jawabku sambil meminta segelas air putih dari
tangannya.
Semenjak sakit, aku berhenti bekerja
dan suamiku harus bekerja mulai pagi sampai malam, banyak pengeluaran untuk obatku
harus di beli sebulan sekali.
Tetapi aku masih bisa menulis . Tulisan kukukirimkan kepada majalah maupun
koran, memang tidak banyak yang bisa diharapkan setidaknya aku hanya membantu
perekonomian rumah tangga kami.
Malam harinya, aku dan Anisa makan malam berdua, suamiku sudah menelepon
dan harus lembur lagi.
Setelah makan, tak lupa aku melanjutkan tulisanku di layar komputer, aku
berusaha menyelesaikan tulisanku dan waktunya sudah mepet. Aku berusaha keras.
Ketika pagi harinya, aku bangun dari tempat tidur, aku baru ingat bahwa aku
ketiduran.
Segera aku memasak seperti biasa, telepon berdering di ruang tamu.
Halo, ya, jawabku singkat.
Mbak, aku akan menikah lho, mbak datang ya, jawabnya gembira.
Waduh, selamat ya Rani, mbak pasti datang, jawabku gembira.
Ketika sarapan pagi, aku segera memberitahu sama suamiku, sebenarnya dia
agak malas kalau di ajak ke pesta.
Mas, lusa Rani akan menikah, kita di undang ke pestanya, kataku.
Jadi gimana mas, kita pergi kan, kasian Rani.
Aku berharap cemas melihat suamiku.
Aku nggak bisa mah, kan aku harus meeting, jawabnya singkat.
Aku langsung kesal melihatnya bertingkah begitu.
Kamu kok gitu sih mas, kita udah di undang loh, masak kamu nggak datang?
Jawabku kesal.
Akan aku usahakan, soalnya meeting ini penting mah, tapi kalaupun bisa aku
pasti terlambat, jawabnya lembut.
Ya, sudah nggak apa-apa, aku akan berangkat kesana duluan, tapi kamu harus
nyusul, yang penting mereka lihat kita berdua. Nanti di kiranya kita bertengkar
lagi, kan nggak enak.
Suamiku memang begitu, dia tak banyak bicara dan perkataannya nggak boleh
di tentang, dia sama sekali nggak romantis. Aku sering memperhatikan dia pulang
larut malam sampai-sampai dia nggak pernah makan malam di rumah, aku cuman bisa
lihat dia pagi sama malam aja.
Aku tidak mengerti jalan pikirannya, dia tidak pernah meluangkan waktu
untukku, apa dia sudah mulai bosan denganku? Apa karna aku sakit? Apa dia sudah
punya yang lain? Aku sering menangis karna merasa kami ini bukan lagi suami
istri yang harmonis.
Aku berangkat ke resepsi Rani sendirian, sebenarnya hari ini adalah ulang
tahun pernikahan kami yang ke 8 tahun tapi dia mana pernah ingat, jadi aku
diamkan saja.
Aku keliling mencari suamiku dan mengusir rasa bosanku, aku tiba-tiba kecapaian,
aku nggak bisa bernafas, aku mencari
obatku di dalam tas, aku sangat panik dan parahnya tak ku temukan inhaler di
dalam tas, pandanganlu mulai kabur,
Kulihat ada pria datang berlari, dia langsung menyemprotkan inhaler ke hidungku, dia ternyata suamiku, aku lemas
di pelukannya. Aku segera di bawa ke
ruangan terbuka, dia menggendongku.
Aku memang pelupa, bagaimana jika suamiku tidak datang dengan cepat?
Mungkin.......
Ah aku tidak berani membayangkan, aku memeluknya dengan erat.
Setelah pulih, dia memberiku hadiah, kalung emas, dan dia mengucapkan
selamat ulang tahun pernikahan kepadaku, aku terharu, air mataku mengalir. Dia
terlambat karna harus membeli kado tersebut, aku memang menyukainya kalung itu ketika kami jalan-jalan ke mall, tapi aku
tidak punya uang cukup untuk membelinya.
Sesampainya di rumah, aku menerima telepon bahwa aku memenangkan kontes
menulis, aku tentu terkejut, bagaimana mungkin, seingatku, aku tidak
mengirimkan apa-apa.
Ternyata suamiku bercerita bahwa malam itu, dia melihat aku tidur di depan
komputer yang menyala, dia melihat tulisanku dan melanjutkannya dan
mengirimkannya malam itu juga.
Aku terharu, aku memeluknya dengan erat. Aku tidak menyangka dia begitu
peduli terhadapku, segera ku hapus pikiran negatif selama ini tentang dia. Ini semua cukup membuktikan bahwa dia mencintaiku.
No comments:
Post a Comment