Sangat miris
melihat gambar Bapak guru ini. Coba lihat raut wajah itu, terisak sedih. Pak Mashudi terlihat menangis setelah pengadilan memutuskan untuk menunda sidangnya. Sidang karna mencubit siswa yang tidak mau sholat. Dimanakah
hati nurani ? Dimana rasa hormat terhadap guru? Dimana Keadilan? Sungguh
hebatnya negeri tercinta ini. Sungguh ironis
memang beda zaman beda pula cara mendidik, tetapi zaman sekarang ini telah berbeda.
Lunturnya disiplin dan rasa hormat terhadap guru. Perkembangan zaman yang
semakin menggila, lalu bila kasus ini
masih berlanjut apakah kita harus diam? Diam menyaksikan kawan se profesi yang
diperlakukan tidak adil. Tentu saja hal ini mencoreng sang Guru.
Kisah-kisah
guru yang disegani dan dihormati layaknya sudah mulai hilang dari diri
masing-masing, baik siswa dan orangtua. Siswa sebagai anak didik dan orangtua
sebagai patner dalam mendidik anak mereka. Banyak kisah miris seperti ini. Saya
pernah membaca kisah guru honorer yang rambutnya digunting oleh orangtua siswa
karna menggunting rambut anaknya yang panjang, ada lagi guru yang dipenjara,
dan lagi-lagi kasus seperti bapak ini muncul hanya karna mencubit siswa yang
tidak sholat. Orangtua yang tidak terima anaknya diperlakukan demikian menuntut
sang guru ke pengadilan, jadi apa tugas seorang guru?
Guru disebut
pahlawan tanpa tanda jasa. Memang, guru itu baikan pahlawan yang datang membawa
pelita supaya semua manusia bebas dari kebodohan, bukan hanya kebodohan semata
tetapi tugas guru memang sangat rumit. Tugas guru adalah “Memanusiakan Manusia”.
Manusia yang diantar oleh orangtuanya dari rumah setiap hari supaya manusia
tersebut belajar. Belajar yaitu aktivitas yang menghasilkan perubahan pengetahuan, perilaku pribadi yang bersifat
permanen. Supaya setiap siswa diasah memiliki ilmu, etika, moral, karakter yang
baik, sehingga nampak sekali orang yang bersekolah dan orang yang tidak
bersekolah. Orangtua seakan-akan membebankan semua tugas tadi kepada guru, padahal peranan orangtualah yang paling besar dalam mendidik
anak-anaknya.
Sekolah sebagai
lembaga formal yang hanya mendidik
siswa-siswi tidak lebih dari 8 jam disekolah,
selebihnya tugas orangtua yang harus bekerja keras untuk mendidik sang anak. Jika
orangtua saja tidak mampu mendidik mendidik anak dirumah bagaimana dengan guru?
Kita bisa lihat perbandingan kontras antara siswa dulu dan sekarang, guru dulu
dan guru sekarang dan hasil didikan dulu dan sekarang. Coba renungkan, kontrast
buka? Berbagai keterbatasan, hukuman, zaman dulu membuat siswa termotivasi untuk
belajar keras dan coba lihat sekarang, berbagai kemudahan dari teknologi
menghampiri kita sekaligus membawa kehancuran bagi siapa saja yang
menyalahgunakan.
Guru berhak
memberikan punishment kepada siswanya bila ada pelanggaran supaya ada efek jera
dan siswa tidak mengulangi kesalahannya. Funishment berarti hukuman ringan yang
tidak menyebabkan gangguan fisik dan psikologi terhadap anak didik. Hukuman ini seperti
berdiri di depan kelas, membersihkan toilet,dll. Menghukum bukan berarti kita
sangat membenci siswa tersebut tetapi justru guru sangat menyayanginya. Bisa
anda bayangkan jika tidak ada hukuman dikelas? Dijamin akan membawa siswa
kedalam jurang kehancuran, pasti tak akan ada yang mengerjakan PR. Kemudian, guru juga berhak memberikan
appresiasi kepada murid yang memang berhak menerima karna aktif dalam artian
positif misalnya, mampu memecahkan masalah atau memberikan ide misalnya
memberikan pujian atau tepuk tangan akan meningkatkan kepercayaan diri siswa.
Masalah yang
dihadapi bapak ini adalah masalah yang sebenarnya sepele, tetapi orangtua siswa
terlalu membesar-besarkan persoalan. Ingat, keberhasilan manusia tidak lepas
dari peran GURU. Untuk Bapak Mashudi, semoga
masalah ini cepat selesai, semoga bapak kuat menghadapinya. Ingat ada banyak
yang mendukung bapak.Semoga tidak ada lagi kasus seperti ini lagi. Cukup ini
yang terakhir!!
No comments:
Post a Comment